"Hilang ditelan Jaman"


Keriuhan itu, sekarang hilang ditelan Jaman.
Tunjukan siapa Jaman itu?
Betapa rakusnya Jaman itu menelan setiap kenangan.
Apa kau kenal dengan si Jaman itu?
Jika aku menemuinya akan kuremukan mukanya bagai daging cincang dan akan balik ku telan tanpa ku kunyah.

2016
Dulu, waktu SD sekitar tahun 2002 kita sudah merasa memasuki abad milenium. Seakan kita adalah peradaban yang tertinggi di muka bumi, kita telah bisa melihat gambar visual yang menarik dari tabung elektronik.
Tapi masih kita lihat teman-teman  yang bermain kelereng dan petak umpat, bahkan tak luput dari pandangan teriakan teman menangis di hamparan tanah tanpa pemilik yang biasa kita sebut lapangan. Oh lihat! ada layangan jatuh, seketika satu kampung berlarian beserta debu-debunya hanya untuk memperebutkan satu bilah bambu yang dibungkus kertas.
"Ibu, apakah semua yang nampak di tv itu asli? Atau hanya gambar yang dibuat oleh apa itu yang mereka sebut komputer? Ibu, Saras 008 itu benar ada? Ibu, Telettubies itu makhluk sejenis apa?" Sebagian dari kita kurang lebih menanyakan hal itu pada bidadari surga kita dengan polosnya, dan itu sudah memasuki abad 20.
Jauh sebelum itu pada saat kakek nenek kita menjalin cinta, aku tak pernah melihatnya tapi dari apa yang mereka ceritakan, aku yakin kehidupan sebelum kita pasti lebih indah karena bukannya memanggil diri mereka kuno tetapi mereka bangga dengan keadaan mereka waktu itu dengan raut wajah berseri-seri mereka menceritakan kota kembang pada abad 19 yang mereka bilang itu masa-masa romantis, alah lupakan tragedi 65, kita fokus pada keasrian lingkungannya saja. Mereka menceritakan rindangnya pepohonan, sejuknya udara, jernihnya air sungai, dan kuningnya persawahan. Disitulah romansa-romansa hadir ditengah-tengah mereka, ah aku tak bisa membayangkannya, itu terlalu indah.
Lalu ibuku dengan lagu-lagu sendunya, bercerita bagaimana beliau bertemu ayahku di sebuah franchise yang sedang marak saat itu, sungguh membuatku merinding.
Terbukti bahwa manusia semakin sini semakin berpenyakit, memasuki abad 20, angka kematian anak muda semakin tinggi padahal teknologi semakin canggih dan tidak ada perang di tanah air. Padahal nenek kakek kita masih bugar, mungkin itu bekal mereka dari masa lalu.
Aku rindu masa-masa jalanan masih lengang, orang-orang masih sering bertamu walau hanya untuk berbasa-basi.
Aku rindu bermain di lapangan walau berdebu dan merasakan dinginnya hujan yang bukannya membuat sakit namun membuat kita menangis karena dimarahi ibu.
Aku rindu, walau hanya merasakan sekejap.
Kini semua hilang ditelan jaman.
Perkembangan jaman membuat kita buta, membuat kita rakus, membuat kita lupa jati diri kita.

Aku berdoa, semoga Ibu Pertiwi memaafkan kita.



Nabila Azzahra
Rd. : N. Soviani

Komentar

Postingan populer dari blog ini

SALAM PRESTASI!! STIE INABA Bandung

8 Kartini Ranger STIE Inaba Daki Puncak Ceremai